Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) merupakan ikan air tawar yang dapat ditemukan di
beberapa sungai di Kalimantan. Ikan ini merupakan jenis
ikan ekonomis yang cukup diminati masyarakat
Kalimantan bahkan
beberapa negara tetangga. Meskipun pemeliharaan ikan jelawat sudah lama
dilakukan namun pasokan benih sepenuhnya masih mengandalkan
hasil penangkapan dari perairan umum yang dilakukan pada musim hujan.
Jenis ikan ini berkembangbiak di sungai pada permulaan musin
hujan, sehingga
keberadaan benih hanya musiman, karena pasar benih hanya mengandalkan hasil
penangkapan di perairan umum. Hal ini menyebabkan kurang terjamin kontinuitas ketersediaan
benih
sehingga budidaya ikan ini akan terganggu.
Melihat aspek kebutuhan benih yang
masih mengandalkan alam maka penguasaan teknologi pembenihan jenis ikan
ini merupakan upaya yang perlu diaktifkan. Perlu adanya upaya
pembudidayaan dengan metode yang mengandalkan penggunaan teknologi.
Pembudidayaan ini pun menjadi peluang usaha dan nantinya akan
memberikan keuntungan yang besar.
Ikan jelawat tidak sepopuler ikan mas dan nila, karena ikan ini tidak dapat ditemukan di setiap daerah. Ikan ini
hanya dapat ditemukan di daerah asalnya, yaitu Kalimantan dan Sumatra, terutama Jambi dan daerah
sekitarnya. Budidaya ikan jelawat perlu dikembangkan. Karena ikan ini juga
tetap dicari orang, terutama orang-orang yang pernah merasakan dagingnya.
Meskipun ikan ini kurang populer di telinga masyarakat
indonesia, namun ikan ini cukup popuker di Malaysia sebagai ikan hias. Sementara ikan yang
sudah besar digunakan sebagai ikan konsumsi. Ikan ini bersifat omnivora yang cenderung herbivora. Untuk budidaya ikan jelawat,
pakannya dapat berupa pelet dan sedikit sayuran seperti selada air atau bayam.
Secara morfologi, ikan ini memiliki bentuk tubuh agak bulat
dan memanjang, menggambarkan bahwa ikan ini termasuk perenang cepat. Kepala bagian
sebelah atas agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis literal tidak
terputus, bagian punggung berwarna perak kehijauan dan bagian perut putih
keperakan, pada sirip dada dan perut terdapat warna merah, gurat sisi
melengkung agak kebawah dan berakhir pada bagian ekor bawah yang berwarna
kemerah‐merahan, mempunyai 2 pasang sungut.
Klasifikasi
Ikan Jelawat:
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Sub famili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Species : Leptobarbus hoeveni
Sub ordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Sub famili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Species : Leptobarbus hoeveni
Budidaya
Ikan Jelawat
1.
Pematangan Gonad
Pada tahap ini, induk dipelihara dalam kolam khusus
berukuran 500‐700 m2 penebaran 0,1‐0,25 kg/m2. Selama
pemeliharaan, induk ikan diberi pakan pelet dengan kandungan protein 25‐28%. Pakan tersebut diberikan
sebanyak 3 % dari berat badan dengan frekwensi 2‐3 per hari. Selain pellet, induk
diberikan juga pakan berupa hijauan seperti daun singkong secukupnya. Lama
pemeliharaan induk lebih kurang 8 bulan. Induk yang siap pijah diperoleh
dengan cara seleksi. Ciri induk Jelawat dengan gonad yang matang adalah
sebagai berikut:
Betina :
- Perut membesar dan lembut
- Apabila diurut ke arah anus akan keluar
cairan kekuningan
- Sirip dada halus dan licin
Jantan :
- Perut langsing
- Apabila diurut akan keluar cairan putih (sperma)
- Sirip dada terasa lebih kasar bila diraba
2. Pemijahan
Pemijahan jelawat dapat dilakukan secara alami dan buatan.
Dalam pemijahan buatan, dapat dilakukan dengan penyuntikan (induced
breeding) menggunakan hormon. Induk jantan dan betina disuntik dengan
menggunakan hormon Ovaprim. Induk betina dilakukan 3 kali penyuntikan dengan
dosis 0,7 ml /kg induk. Interval waktu antara suntikan pertama dan kedua 12
jam, sedangkan penyuntikan kedua dan ketiga 6 jam. Induk jantan dilakukan
satu kali penyuntikan dengan dosis 0,5 ml/ekor induk bersamaan dengan
penyuntikan kedua induk betina.
Penyuntikan dilakukan secara intramuscular pada
bagian punggung. Kemudian dilakukan stripping (pengeluaran telur dan
sperma dari Induk) setelah 4 – 6 jamdari suntikan terakhir. Telur dan sperma
ditampung dalam satu wadah yang bersih dan kering. Kemudian diaduk
perlahan hingga tercampur rata dengan menggunakan bulu ayam. Tambahkan
air bersih untuk mengaktifkan sperma, setelah terjadi pembuahan maka
dilakukan pencucian telur 3 – 4 kali hingga telur bersih dari sisa sperma.
3.
Penetasan
Pada tahap penetasan, diperlukan wadah untuk menampung dan
menetaskan telur. Wadah penetasan telur berbentuk corong dengan diameter 60 cm
tinggi 50 cm, terbuat dari bahan lembut atau kain dengan bagian bawah
diberi aerasi yang berfungsi untuk menggerakkan telur. Kepadatan telur 10.000 –
20.000 butir per corong, wadah tersebut ditempatkan didalam bak yang
sirkulasi airnya lancar. Pada suhu normal 26 – 28 derajat C, dalam waktu 18 –
24 jam telur akan menetas.
4.
Pemeliharaan Larva
Larva dipelihara langsung ditempat penetasan
telur. Cangkang dan telur yang tidak menetas dibersihkan secara
penyiponan. Hari ke 3 larva diberikan pakan Naupil Artemia (yang baru menetas)
atau emulsi kuning telur yang telah direbus secukupnya. Pemberian pakan 3
kali sehari (pagi, siang ,sore). Hari ke 7-10 setelah menetas benih ikan
siap untuk didederkan di kolam pendederan yang telah dipersiapkan.
5.
Pendederan
Pada tahap Pendederan, persiapan kolam meliputi pengeringan
2‐3
hari, perbaikan pematang, pembuatan saluran tengah (kamalir) dan pemupukan
dengan pupuk kandung sebanyak 500‐700 gr/m2. Kolam diisi air
sampai ketinggian 80‐100 cm. Pada saluran pemasukan dipasang saringan berupa
hapa halus untuk menghindari masuknya ikan liar. Benih ditebarkan 3 hari
setelah pengisian air kolam dengan padat penebaran 100‐150 ekor/m2. Benih ikan diberi
pakan berupa tepung hancuran pelet dengan dosis . 10‐20 % per hari yang mengandung lebih
kurang 25% protein. Lama pemeliharaan 2‐3 minggu. Benih yang dihasilkan
ukuran 2‐3 cm dan siap untuk pendederan lanjutan.