Pages - Menu

Selasa, 13 Juni 2017

JAGA LAUT DARI DESTRUKTIF FISHING


Pada prinsipnya laut dipandang sebagai wilayah yang open access. Prinsip ini berdiri di atas asas bahwa laut merupakan “common property right” (kepemilikan bersama). Konsep ini menyebabkan orang secara logis dapat melakukan penangkapan kapan saja, di mana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat tangkap apa saja. Permintaan pasar yang tinggi terhadap produk perikanan tertentu, menjadi salah satu alasan utama para nelayan berlomba-lomba melakukan eksploitasi sumberdaya ikan. Selain itu, bertambahnya jumlah nelayan yang mengakses wilayah penangkapan yang sama, menciptakan suasana kompetisi yang tinggi di antara mereka, sehingga masing-masing berusaha mendapatkan sumberdaya sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Nelayan akhirnya terdorong untuk menciptakan dan menggunakan alat tangkap dan cara-cara penangkapan yang mampu mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, tanpa lagi memperhatikan apakah cara tersebut dapat merusak lingkungan atau tidak.

Destruktif fishing merupakan kegiatan penangkapan namun dengan etika penangkapan yang salah yang tidak bertanggung jawab karena metode penangkapan ini dilakukan dengan cara merusak atau menghancurkan lingkungan lokasi penangkapan yang pada akhirnya akan merusak tatanan ekosistem laut yang telah ALLAH ciptakan. Penangkapan ini hanya menguntungkan kesebelah pihak, yaitu bagi para nelayan.
Secara umum, maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor ; (1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini (2) Terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut (3) Lemahnya kemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi (4) Masih lemahnya penegakan hukum (5) Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum.
Setelah dikatakan berhasil dengan program ilegal fishing, sekarang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudji Astuti mulai memfokuskan diri untuk penanganan dan pecegahah Destruktif fishing. Melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP berupaya terus untuk menjaga laut dari ancaman destructive fishing.
Kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut. Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2.
Dalam hal pengawasan kegiatan destructive fishing, Direktorat Jenderal PSDKP melalui para Pengawas Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia telah berhasil menggagalkan kegiatan pengggunaan bom ikan.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.

Penanganan Destructive Fishing
Secara umum penanganan destructive fishing meliputi :
·         Meningkatkan ke­sadaran masyarakat melalui sosialisasi, penyuluhan atau penerangan terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh penangkapan ikan secara ilegal.
·         Mencari akar penyebab kenapa destructive fishing itu dila­kukan. Apakah motif ekonomi atau ada motif lainnya. Setelah diketahui perma­salahan, upaya selanjutnya melakukan upaya preventif.
·         Meningkatkan penegakan dan penaatan hukum.
·         Meli­batkan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing. Mulai dari keterbatasan personil pengawasan, kapal pengawas, dan jangkauan wilayah yang sangat luas. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya, kemudian melaporkan adanya dugaan kegiatan destructive fishing kepada Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum.


Kamis, 20 April 2017

SYARAT LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT YANG BAIK

Pemilihan lokasi budidaya rumput laut merupakan salah satu indikasi yang dapat menentukan Keberhasilan dalam proses budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi budidaya rumput laut sedapat mungkin harus disesuaikan dengan kebiasaan hidup/habitat asli dari jenis rumput laut yang akan dibudidayakan. Dalam pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan hal yang bersifat teknis, ekonomis, maupun sosial termasuk peraturan  perundang-undangan yang berlaku. Secara umum syarat-syarat lokasi budidaya rumput laut dapat di jabarkan sebagai berikut :

a.   Lokasi budidaya rumput laut harus bebas dari pengaruh angin topan.
b.   Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar.
c.   Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk tumbuhnya rumput laut.
d.   Perairan harus bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga.
e.   Lokasi perairan harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya.
f.    Lokasi  budidaya  harus  mudah  dijangkau  sehingga biaya transportasi tidak terlalu besar.
g.   Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja.

Untuk jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan oleh petani seperti Eucheuma dan Gracilaria, secara spesifik terdapat perbedaan syarat kondisi dalam pemilihan lokasi.

1. Syarat Pemilihan Lokasi Budidaya Jenis Euchema
a.   Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung, sebaiknya terletak di perairan terlindung oleh karang penghalang (barrierr reef) yang berfungsi sebagai pemecah gelombang, dengan pecahnya gelombang akan menghasilkan gelembung udara yang mengandung oksigen dan karbondioksida yang penting bagi rumput laut. 
b.   Kecepatan arus berkisar antara 0,41 – 0,45 m/dt,
c.   Dasar perairan sedikit berlumpur bercampur dengan pasir karang.
d.   Surut terendah berkisar antara 30 – 60 cm. Keuntungan dari adanya genangan air ini yaitu penyerapan makanan yang terus menerus, dan tanaman tidak rusak akibat sengatan sinar matahari langsung.
e.   Kecerahan perairan berkisar 4 – 6 m.
f.    Suhu perairan berkisar antara 27,0 – 30,2°C.
g.   Salinitas berkisar antara 31- 35,8 ­o­/oo. Salinitas dibawah 30 o/oo dapat mengakibatkan rumput laut mudah terserang penyakit dan pertumbuhan terhambat.
h.   pH air berkisar antara 7,2 – 8,2. dan
i.    Perairan bebas dari pencemaran.

2. Syarat Pemilihan Lokasi Budidaya Jenis Gracillaria
a.   Keadaan tambak: Dasar tambak lumpur berpasir, dipengaruhi pasang surut (untuk memudahkan pergantian air), dekat dengan sumber air tawar dan laut. 
b.   Agar salinitas air cocok untuk pertumbuhan Gracilaria, sebaiknya lokasi berjarak 1 km dari pantai.
c.   Kedalaman air 60 – 80 cm.
d.   pH air dalam tambak berkisar antara 6 sampai 9.
e. Air tidak mengandung lumpur sehingga kekeruhan (turbidity) air masih cukup bagi                tanaman untuk menerima sinar matahari.

Senin, 17 April 2017

CARA MEMILIH BIBIT RUMPUT LAUT BERKUALITAS BAIK

Pemilian bibit merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam melakukan kegiatan budidaya. Kualitas bibit dapat menentukan apakah budidaya dapat berhasil atau tidak. Mengingat kualitas bibit merupakan hal yang sangat penting, maka dalam melakukan pemilihan bibit khususnya ruput laut, ada beberapa cara pemilihan bibit yang baik diantaranya sebagai berikut :
  1.    Bibit diperoleh dari hasil reproduksi rumput laut.
Di  alam, rumput  laut  jenis  Eucheuma spp  diambil  dari  daerah  pantai terumbu karang (reef). Rumput laut ini banyak melekat pada substrat yang selalu terendam air berupa karang mati, karang hidup, batu gumping dan cangkang moluska. Pada pengambilan rumput laut hasil budidaya, jenis Eucheuma spp dan Gracilaria spp telah dipelihara selama 6-8 minggu dengan berat 500 - 600 gr/individu.
  2.    Berasal dari satu jenis rumput laut (monospesies).
Perbedaan jenis tanaman rumput laut menyebabkan perbedaan kandungan
pada masing-masing jenis tanaman tersebut, seperti pada masing-masing
jenis
Eucheuma spp mempunyai kandungan klorofil dan karoten yang berbeda   yang   menyebabkan   kandungan   sulfur   E.   muricatum   (E. .symosum), E. cottonii dan E. serra berbeda yakni 6,1% : 9,5% : 9%.
  3.    Bibit tanaman tampak dari thallusnya yang masih muda, bersih dan segar.
Bibit tanaman rumput laut yang masih muda terdiri dari sel dan jaringan muda. Bibit yang bersih, bebas dari lumpur/tanah, organisme penempel dan kotoran lain. Bibit yang segar tampak dari thallusnya yang keras dengan wama yang cerah.
  4.    Tidak terdapat gejala serangan hama penyakit.
Serangan hama penyakit terhadap rumput laut dapat terlihat dari bercak
putih dan luka pada thallusnya. Serangan hama penyakit dapat disebabkan
oleh ikan herbivora, bulu babi (Echinotrix spp), landak laut (Diadema spp)
dan penyu.
Dalam pemilihan bibit jenis Eucheuma spp dan Gracilaria spp, ada beberapa ciri-ciri umum yang dapat membantu membedakannya dari jenis tanaman rumput laut lain.
Ciri - ciri umum jenis Eucheuma spp adalah :

a.      Thallus (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng)
b.      Berwama merah, merah coklat dan hijau kuning,
c.      Bercabang berselang tidak teratur, dichotomous atau trikhotomous.
d.      Memiliki benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines.
e.      Substansi thallus "gelatmus" dan/atau "kartilagenus" (lunak seperti tulang rawan).
f.       Termasuk dalam alga merah.
Ciri - ciri umum jenis Gracilaria spp adalah :










a. Thallus berbentuk silindris atau gepeng dengan percabangan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun.
b.     Diatas percabangan umummya bentuk thalli agak mengecil.
c.      Warna thallus beragam, mulai dari wama hijau coklat, merah, pirang dan merah coklat.
d.     Substansi thallus menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan.
e.  Termasuk dalam algae merah

Sumber bacaan :
Aslan M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.

Indriani, H., dan E. Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut, Penebar Swadaya, Jakarta.

Selasa, 21 Maret 2017

MACAM-MACAM SISTEM PENGEMBANGBIAKAN RUMPUT LAUT

Pengembangbiakan adalah proses, cara, perbuatan mengembangbiakan (membuat menjadi berkembangbiak). Sedangkan Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya.
Pada rumput laut proses pengembangbiakan atau reproduksi ini dapat dilakukan
secara generatif dan vegetatif. Pengembangbiakan generatif adalah perkembangbiakan tumbuhan secara kawin atau seksual. Budidaya rumput laut dengan memanfaatkan sifat reproduksi generatif dimulai dengan mengambil tanaman dewasa dari alam kemudian menempatkannya dalam bak berisi air laut dan bahan-bahan substrat seperti kulit kerang, balok semen, jaring atau benda padat lainnya. Tanaman dewasa sesudah diangin-anginkan selama 1 atau 2 jam dan dicelupkan ke dalam air akan mengeluarkan spora yang akan menempel pada substrat tadi. Setelah tampak pertumbuhan spora menjadi tanaman kecil, substrat tadi dipindahkan  ke  lokasi  budidaya  di  laut.  Budidaya  dengan memanfaatkan sifat reproduksi generatif ini belum dikembangkan untuk jenis Eucheuma dan Gracillaria karena budidaya secara vegetatif sangat mudah. Bagi jenis Gellidium budidaya secara generatif lebih mudah karena ukuran thallusnya lebih kecil.
Secara vegetatif rumput laut berkembang biak melalui pertumbuhan stek dan tunas. Setiap potong dari seluruh bagian thallus tanaman dapat tumbuh menjadi tanaman
baru. Reproduksi demikian sangat mudah dan murah sehingga banyak dijadikan
dasar pengembangan budidaya rumput laut. Dengan budidaya melalui stek, sifat
inheren (menurun) tanaman akan diteruskan baik sifat positif maupun sifat negatifnya.
Secara umum terdapat tiga macam pola reproduksi dalam budidaya Rumput laut yaitu :

  1.       Reproduksi generatif (seksual)
Reproduksi secara seksual melibatkan tumbuhan jantan dan betina. Tumbuhan ini menghasilkan sel gamet haploid. Apabila terjadi zygote diantara kedua gamet jantan   dan betina, akan dihasilkan carposporophyte yang bersifat diploid. Carposporophyte   terdapat pada cystocarp. Carposporangia terlepas dalam perairan berkembang menjadi tetrasporophyte yang nantinya akan memproduksi tetrasporangia (Botanic Garden, 2009).
Perkembangbiakan Gracilaria pada garis besarnya melalui dua cara,yaitu:

a)  Tidak kawin
·      vegetasi, yaitu dengan cara penyetekan;
·      konyugasi, yaitu dengan cara peleburan dinding sel sehingga terjadi pencampuran protoplasma dari dua atau lebih thalli;
·      penyebaran  spora  yang  terdapat  pada  kantung  spora  (carpospora, cystocarp).

b)  Kawin
Perkawinan antara gamet-gamet yang dihasilkan dari gametofit yang
merupakan hasil germinasi dari spora. Untuk siklus hidup secara seksual
pada rumput laut dapat dilihat pada jenis Gracilaria sp (Gambar 94 dan 95)

  2.       Reproduksi vegetatif (aseksual)
Reproduksi   aseksual   berupa   pembentukan   suatu   individu   baru   melalui perkembangan spora. Perkembangbiakan dengan spora berupa pembentukan gametofit dari tetraspora yang dihasilkan dari tetrasporophyte.

  3.       Reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus (stek)

Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii, umumnya dilakukan dengan cara
penyetekan sehingga didapatkan bibit untuk dikembangbiakkan secara produktif.
Bibit berasal dari thallus yang dipotong pada bagian ujung percabangannya (Aslan,
2003).

Selasa, 14 Maret 2017

CARA PENANGANAN DAN MANFAAT TERIPANG

Teripang merupakan makanan yang banyak mengandung zat gizi, tetapi nilai kalorinya lebih rendah dari ikan, moluska dan cumi-cumi . Selain itu teripang juga mengandung vitamin B12, thiamin, ribovlavin, mineral, fosfat, besi, arsen, iodium, kalsium, magnesium dan tembaga.
TerIpang juga mempunyai kolagen yang memiliki tekstur dan flavor khas dan disukai orang (seperti pada sirip cucut) (ANONYMOUS, 1992).
Kandungan zat gizi teripang tercantum pada table 1 berikut :
           Tabel 1. Kandungan zat gizi teripang
Kandungan zat gizi
Dalam gram
Air
8.90 gr
Protein
82.00 gr
Lemak
1.70 gr
Abu
8.60 gr
Karbohidrat
4.80 gr
Kalsium
308.00 mg
Fosfat
23.00 gr
Besi
41.70 gr
Natrium
770.00 mg
Kaium
91.00 mg
Vitamin A
455.00 mg
Vitamin B
0.04 mg
Tiamin
0.007 mg
Ribovlavin
0.40 mg
           Sumber : FAO, 1992

A.     Penanganan Teripang
Teripang merupakan komoditi hail perikanan yang sangat cepat mengalami kerusakan. Agar teripang masih tetap hidup, teripang ditempatkan dalam ember berisi air laut yang secara periodic airnya diganti dan dilindungi oleh sinar matahari. Dengan cara ini teripang dapat dipertahankan hidup 6-8 jam tergantung jenis teripang. Umumya teripang pasir dan teripang nenas mempunyai ketahanan hidup yang tinggi sedangkan teripang gama  dan teripang hitam ketahanan hidupnya lebih rendah. Karena teripang mudah sekali mengalami kerusakan maka segera setelah ditangkap harus cepat diolah dengan baik. Jika belum memungkinkan untuk diolah, maka teripang dapat diawetkan dengan beberapa cara penanganan sebagai berikut :

a.    Penanganan suhu kamar (27 – 31oC)
Teripang pasir hidup yang didiamkan dalam suhu kamar dapat bertahan hingga 9 jam dengan kondisi masih layak untuk diolah. Tetapi jika direbus lebih dahulu setelah disiangi masih mampu bertahan hingga 12 jam. Untuk jenis teripang batu hidup dapat disimpan pada suhu kamar sampai 12 jam. Jika direbus setelah disiangi dapat bertahan hingga 15 jam.

b.    Penanganan suhu dingin (00 – 20C)
Daya awet teripang pasir bisa diperpanjang jika disimpan pada suhu dingin atau es. Keawetan dapat sampai 9 hari dalam kondisi yang masih bagus. Jika teripang pasir direbus setelah disiangi, bias bertahan smpai 15 hari.

c.    Penanganan suhu beku
Teripang pasir yang masih utuh dan yang telah disiangi dan direbus masih mempunyai kondisi yang bagus dalam penyimpanan beku selama 2 bulan. Sedangkan teripang batu yang masih utuh daya awetnya hanya dapat mencapai 1,5 bulan, jika direbus setelah disiangi bias mencapai 2 bulan.

B.     Manfaat dan Khasiat Teripang
Teripang kaya akan grow factor sehingga dapat memperbaiki sel-sel rusak. Kandungan protein mencapai 82% dan asam lemak essensial mujarab memperkuat sel hati untuk mengeluarkan antibodi. Karena itu juga teripang (gamat) kerap disebut imunomodulator.
Khasiat teripang telah diteliti oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan di beberapa Universitas di Malaysia selama 8 tahun menunjukkan bahwa Sea Cucumber dapat melancarkan peredaran darah. Etnis Cina mengenal teripang sebagai makanan berkhasiat medis sebagaimana ditunjukkan hasil penelitian di Cina tahun 1991. Tubuh dan kulit teripang Sthichopus japonicas (banyak dijumpai di daerah sub tropis) banyak mengandung asam mukopolisakarida yang bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit ginjal, anemia, diabetes, paru-paru basah, anti tumor, anti inflamasi, pencegahan penuaan jaringan tubuh dan mencegah anteroklerosis. Sedangkan ekstrak murninya cenderung menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimisin dosis 6,25-25 µg/ml.
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai Universitas di seluruh dunia, ditemukan bahwa teripang emas sangat berkhasiat sebagai obat serba guna dan sebagai antiseptik tradisional.
Dari penelitian tersebut terbukti bahwa teripang/gamat memiliki kandungan “Cell Growth Factor” (faktor regenerasi sel) sehingga mampu merangsang regenerasi/pemulihan sel dan jaringan tubuh manusia yang telah rusak/sakit bahkan membusuk, sehingga menjadi sehat/pulih kembali.

Selasa, 13 Juni 2017

JAGA LAUT DARI DESTRUKTIF FISHING


Pada prinsipnya laut dipandang sebagai wilayah yang open access. Prinsip ini berdiri di atas asas bahwa laut merupakan “common property right” (kepemilikan bersama). Konsep ini menyebabkan orang secara logis dapat melakukan penangkapan kapan saja, di mana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat tangkap apa saja. Permintaan pasar yang tinggi terhadap produk perikanan tertentu, menjadi salah satu alasan utama para nelayan berlomba-lomba melakukan eksploitasi sumberdaya ikan. Selain itu, bertambahnya jumlah nelayan yang mengakses wilayah penangkapan yang sama, menciptakan suasana kompetisi yang tinggi di antara mereka, sehingga masing-masing berusaha mendapatkan sumberdaya sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Nelayan akhirnya terdorong untuk menciptakan dan menggunakan alat tangkap dan cara-cara penangkapan yang mampu mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, tanpa lagi memperhatikan apakah cara tersebut dapat merusak lingkungan atau tidak.

Destruktif fishing merupakan kegiatan penangkapan namun dengan etika penangkapan yang salah yang tidak bertanggung jawab karena metode penangkapan ini dilakukan dengan cara merusak atau menghancurkan lingkungan lokasi penangkapan yang pada akhirnya akan merusak tatanan ekosistem laut yang telah ALLAH ciptakan. Penangkapan ini hanya menguntungkan kesebelah pihak, yaitu bagi para nelayan.
Secara umum, maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor ; (1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini (2) Terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut (3) Lemahnya kemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi (4) Masih lemahnya penegakan hukum (5) Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum.
Setelah dikatakan berhasil dengan program ilegal fishing, sekarang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudji Astuti mulai memfokuskan diri untuk penanganan dan pecegahah Destruktif fishing. Melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP berupaya terus untuk menjaga laut dari ancaman destructive fishing.
Kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut. Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2.
Dalam hal pengawasan kegiatan destructive fishing, Direktorat Jenderal PSDKP melalui para Pengawas Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia telah berhasil menggagalkan kegiatan pengggunaan bom ikan.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.

Penanganan Destructive Fishing
Secara umum penanganan destructive fishing meliputi :
·         Meningkatkan ke­sadaran masyarakat melalui sosialisasi, penyuluhan atau penerangan terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh penangkapan ikan secara ilegal.
·         Mencari akar penyebab kenapa destructive fishing itu dila­kukan. Apakah motif ekonomi atau ada motif lainnya. Setelah diketahui perma­salahan, upaya selanjutnya melakukan upaya preventif.
·         Meningkatkan penegakan dan penaatan hukum.
·         Meli­batkan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing. Mulai dari keterbatasan personil pengawasan, kapal pengawas, dan jangkauan wilayah yang sangat luas. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya, kemudian melaporkan adanya dugaan kegiatan destructive fishing kepada Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum.


Kamis, 20 April 2017

SYARAT LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT YANG BAIK

Pemilihan lokasi budidaya rumput laut merupakan salah satu indikasi yang dapat menentukan Keberhasilan dalam proses budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi budidaya rumput laut sedapat mungkin harus disesuaikan dengan kebiasaan hidup/habitat asli dari jenis rumput laut yang akan dibudidayakan. Dalam pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan hal yang bersifat teknis, ekonomis, maupun sosial termasuk peraturan  perundang-undangan yang berlaku. Secara umum syarat-syarat lokasi budidaya rumput laut dapat di jabarkan sebagai berikut :

a.   Lokasi budidaya rumput laut harus bebas dari pengaruh angin topan.
b.   Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar.
c.   Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk tumbuhnya rumput laut.
d.   Perairan harus bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga.
e.   Lokasi perairan harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya.
f.    Lokasi  budidaya  harus  mudah  dijangkau  sehingga biaya transportasi tidak terlalu besar.
g.   Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja.

Untuk jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan oleh petani seperti Eucheuma dan Gracilaria, secara spesifik terdapat perbedaan syarat kondisi dalam pemilihan lokasi.

1. Syarat Pemilihan Lokasi Budidaya Jenis Euchema
a.   Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung, sebaiknya terletak di perairan terlindung oleh karang penghalang (barrierr reef) yang berfungsi sebagai pemecah gelombang, dengan pecahnya gelombang akan menghasilkan gelembung udara yang mengandung oksigen dan karbondioksida yang penting bagi rumput laut. 
b.   Kecepatan arus berkisar antara 0,41 – 0,45 m/dt,
c.   Dasar perairan sedikit berlumpur bercampur dengan pasir karang.
d.   Surut terendah berkisar antara 30 – 60 cm. Keuntungan dari adanya genangan air ini yaitu penyerapan makanan yang terus menerus, dan tanaman tidak rusak akibat sengatan sinar matahari langsung.
e.   Kecerahan perairan berkisar 4 – 6 m.
f.    Suhu perairan berkisar antara 27,0 – 30,2°C.
g.   Salinitas berkisar antara 31- 35,8 ­o­/oo. Salinitas dibawah 30 o/oo dapat mengakibatkan rumput laut mudah terserang penyakit dan pertumbuhan terhambat.
h.   pH air berkisar antara 7,2 – 8,2. dan
i.    Perairan bebas dari pencemaran.

2. Syarat Pemilihan Lokasi Budidaya Jenis Gracillaria
a.   Keadaan tambak: Dasar tambak lumpur berpasir, dipengaruhi pasang surut (untuk memudahkan pergantian air), dekat dengan sumber air tawar dan laut. 
b.   Agar salinitas air cocok untuk pertumbuhan Gracilaria, sebaiknya lokasi berjarak 1 km dari pantai.
c.   Kedalaman air 60 – 80 cm.
d.   pH air dalam tambak berkisar antara 6 sampai 9.
e. Air tidak mengandung lumpur sehingga kekeruhan (turbidity) air masih cukup bagi                tanaman untuk menerima sinar matahari.

Senin, 17 April 2017

CARA MEMILIH BIBIT RUMPUT LAUT BERKUALITAS BAIK

Pemilian bibit merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam melakukan kegiatan budidaya. Kualitas bibit dapat menentukan apakah budidaya dapat berhasil atau tidak. Mengingat kualitas bibit merupakan hal yang sangat penting, maka dalam melakukan pemilihan bibit khususnya ruput laut, ada beberapa cara pemilihan bibit yang baik diantaranya sebagai berikut :
  1.    Bibit diperoleh dari hasil reproduksi rumput laut.
Di  alam, rumput  laut  jenis  Eucheuma spp  diambil  dari  daerah  pantai terumbu karang (reef). Rumput laut ini banyak melekat pada substrat yang selalu terendam air berupa karang mati, karang hidup, batu gumping dan cangkang moluska. Pada pengambilan rumput laut hasil budidaya, jenis Eucheuma spp dan Gracilaria spp telah dipelihara selama 6-8 minggu dengan berat 500 - 600 gr/individu.
  2.    Berasal dari satu jenis rumput laut (monospesies).
Perbedaan jenis tanaman rumput laut menyebabkan perbedaan kandungan
pada masing-masing jenis tanaman tersebut, seperti pada masing-masing
jenis
Eucheuma spp mempunyai kandungan klorofil dan karoten yang berbeda   yang   menyebabkan   kandungan   sulfur   E.   muricatum   (E. .symosum), E. cottonii dan E. serra berbeda yakni 6,1% : 9,5% : 9%.
  3.    Bibit tanaman tampak dari thallusnya yang masih muda, bersih dan segar.
Bibit tanaman rumput laut yang masih muda terdiri dari sel dan jaringan muda. Bibit yang bersih, bebas dari lumpur/tanah, organisme penempel dan kotoran lain. Bibit yang segar tampak dari thallusnya yang keras dengan wama yang cerah.
  4.    Tidak terdapat gejala serangan hama penyakit.
Serangan hama penyakit terhadap rumput laut dapat terlihat dari bercak
putih dan luka pada thallusnya. Serangan hama penyakit dapat disebabkan
oleh ikan herbivora, bulu babi (Echinotrix spp), landak laut (Diadema spp)
dan penyu.
Dalam pemilihan bibit jenis Eucheuma spp dan Gracilaria spp, ada beberapa ciri-ciri umum yang dapat membantu membedakannya dari jenis tanaman rumput laut lain.
Ciri - ciri umum jenis Eucheuma spp adalah :

a.      Thallus (kerangka tubuh tanaman) bulat silindris atau gepeng)
b.      Berwama merah, merah coklat dan hijau kuning,
c.      Bercabang berselang tidak teratur, dichotomous atau trikhotomous.
d.      Memiliki benjolan-benjolan (blunt nodule) dan duri-duri atau spines.
e.      Substansi thallus "gelatmus" dan/atau "kartilagenus" (lunak seperti tulang rawan).
f.       Termasuk dalam alga merah.
Ciri - ciri umum jenis Gracilaria spp adalah :










a. Thallus berbentuk silindris atau gepeng dengan percabangan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun.
b.     Diatas percabangan umummya bentuk thalli agak mengecil.
c.      Warna thallus beragam, mulai dari wama hijau coklat, merah, pirang dan merah coklat.
d.     Substansi thallus menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan.
e.  Termasuk dalam algae merah

Sumber bacaan :
Aslan M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.

Indriani, H., dan E. Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut, Penebar Swadaya, Jakarta.

Selasa, 21 Maret 2017

MACAM-MACAM SISTEM PENGEMBANGBIAKAN RUMPUT LAUT

Pengembangbiakan adalah proses, cara, perbuatan mengembangbiakan (membuat menjadi berkembangbiak). Sedangkan Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya.
Pada rumput laut proses pengembangbiakan atau reproduksi ini dapat dilakukan
secara generatif dan vegetatif. Pengembangbiakan generatif adalah perkembangbiakan tumbuhan secara kawin atau seksual. Budidaya rumput laut dengan memanfaatkan sifat reproduksi generatif dimulai dengan mengambil tanaman dewasa dari alam kemudian menempatkannya dalam bak berisi air laut dan bahan-bahan substrat seperti kulit kerang, balok semen, jaring atau benda padat lainnya. Tanaman dewasa sesudah diangin-anginkan selama 1 atau 2 jam dan dicelupkan ke dalam air akan mengeluarkan spora yang akan menempel pada substrat tadi. Setelah tampak pertumbuhan spora menjadi tanaman kecil, substrat tadi dipindahkan  ke  lokasi  budidaya  di  laut.  Budidaya  dengan memanfaatkan sifat reproduksi generatif ini belum dikembangkan untuk jenis Eucheuma dan Gracillaria karena budidaya secara vegetatif sangat mudah. Bagi jenis Gellidium budidaya secara generatif lebih mudah karena ukuran thallusnya lebih kecil.
Secara vegetatif rumput laut berkembang biak melalui pertumbuhan stek dan tunas. Setiap potong dari seluruh bagian thallus tanaman dapat tumbuh menjadi tanaman
baru. Reproduksi demikian sangat mudah dan murah sehingga banyak dijadikan
dasar pengembangan budidaya rumput laut. Dengan budidaya melalui stek, sifat
inheren (menurun) tanaman akan diteruskan baik sifat positif maupun sifat negatifnya.
Secara umum terdapat tiga macam pola reproduksi dalam budidaya Rumput laut yaitu :

  1.       Reproduksi generatif (seksual)
Reproduksi secara seksual melibatkan tumbuhan jantan dan betina. Tumbuhan ini menghasilkan sel gamet haploid. Apabila terjadi zygote diantara kedua gamet jantan   dan betina, akan dihasilkan carposporophyte yang bersifat diploid. Carposporophyte   terdapat pada cystocarp. Carposporangia terlepas dalam perairan berkembang menjadi tetrasporophyte yang nantinya akan memproduksi tetrasporangia (Botanic Garden, 2009).
Perkembangbiakan Gracilaria pada garis besarnya melalui dua cara,yaitu:

a)  Tidak kawin
·      vegetasi, yaitu dengan cara penyetekan;
·      konyugasi, yaitu dengan cara peleburan dinding sel sehingga terjadi pencampuran protoplasma dari dua atau lebih thalli;
·      penyebaran  spora  yang  terdapat  pada  kantung  spora  (carpospora, cystocarp).

b)  Kawin
Perkawinan antara gamet-gamet yang dihasilkan dari gametofit yang
merupakan hasil germinasi dari spora. Untuk siklus hidup secara seksual
pada rumput laut dapat dilihat pada jenis Gracilaria sp (Gambar 94 dan 95)

  2.       Reproduksi vegetatif (aseksual)
Reproduksi   aseksual   berupa   pembentukan   suatu   individu   baru   melalui perkembangan spora. Perkembangbiakan dengan spora berupa pembentukan gametofit dari tetraspora yang dihasilkan dari tetrasporophyte.

  3.       Reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus (stek)

Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii, umumnya dilakukan dengan cara
penyetekan sehingga didapatkan bibit untuk dikembangbiakkan secara produktif.
Bibit berasal dari thallus yang dipotong pada bagian ujung percabangannya (Aslan,
2003).

Selasa, 14 Maret 2017

CARA PENANGANAN DAN MANFAAT TERIPANG

Teripang merupakan makanan yang banyak mengandung zat gizi, tetapi nilai kalorinya lebih rendah dari ikan, moluska dan cumi-cumi . Selain itu teripang juga mengandung vitamin B12, thiamin, ribovlavin, mineral, fosfat, besi, arsen, iodium, kalsium, magnesium dan tembaga.
TerIpang juga mempunyai kolagen yang memiliki tekstur dan flavor khas dan disukai orang (seperti pada sirip cucut) (ANONYMOUS, 1992).
Kandungan zat gizi teripang tercantum pada table 1 berikut :
           Tabel 1. Kandungan zat gizi teripang
Kandungan zat gizi
Dalam gram
Air
8.90 gr
Protein
82.00 gr
Lemak
1.70 gr
Abu
8.60 gr
Karbohidrat
4.80 gr
Kalsium
308.00 mg
Fosfat
23.00 gr
Besi
41.70 gr
Natrium
770.00 mg
Kaium
91.00 mg
Vitamin A
455.00 mg
Vitamin B
0.04 mg
Tiamin
0.007 mg
Ribovlavin
0.40 mg
           Sumber : FAO, 1992

A.     Penanganan Teripang
Teripang merupakan komoditi hail perikanan yang sangat cepat mengalami kerusakan. Agar teripang masih tetap hidup, teripang ditempatkan dalam ember berisi air laut yang secara periodic airnya diganti dan dilindungi oleh sinar matahari. Dengan cara ini teripang dapat dipertahankan hidup 6-8 jam tergantung jenis teripang. Umumya teripang pasir dan teripang nenas mempunyai ketahanan hidup yang tinggi sedangkan teripang gama  dan teripang hitam ketahanan hidupnya lebih rendah. Karena teripang mudah sekali mengalami kerusakan maka segera setelah ditangkap harus cepat diolah dengan baik. Jika belum memungkinkan untuk diolah, maka teripang dapat diawetkan dengan beberapa cara penanganan sebagai berikut :

a.    Penanganan suhu kamar (27 – 31oC)
Teripang pasir hidup yang didiamkan dalam suhu kamar dapat bertahan hingga 9 jam dengan kondisi masih layak untuk diolah. Tetapi jika direbus lebih dahulu setelah disiangi masih mampu bertahan hingga 12 jam. Untuk jenis teripang batu hidup dapat disimpan pada suhu kamar sampai 12 jam. Jika direbus setelah disiangi dapat bertahan hingga 15 jam.

b.    Penanganan suhu dingin (00 – 20C)
Daya awet teripang pasir bisa diperpanjang jika disimpan pada suhu dingin atau es. Keawetan dapat sampai 9 hari dalam kondisi yang masih bagus. Jika teripang pasir direbus setelah disiangi, bias bertahan smpai 15 hari.

c.    Penanganan suhu beku
Teripang pasir yang masih utuh dan yang telah disiangi dan direbus masih mempunyai kondisi yang bagus dalam penyimpanan beku selama 2 bulan. Sedangkan teripang batu yang masih utuh daya awetnya hanya dapat mencapai 1,5 bulan, jika direbus setelah disiangi bias mencapai 2 bulan.

B.     Manfaat dan Khasiat Teripang
Teripang kaya akan grow factor sehingga dapat memperbaiki sel-sel rusak. Kandungan protein mencapai 82% dan asam lemak essensial mujarab memperkuat sel hati untuk mengeluarkan antibodi. Karena itu juga teripang (gamat) kerap disebut imunomodulator.
Khasiat teripang telah diteliti oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan di beberapa Universitas di Malaysia selama 8 tahun menunjukkan bahwa Sea Cucumber dapat melancarkan peredaran darah. Etnis Cina mengenal teripang sebagai makanan berkhasiat medis sebagaimana ditunjukkan hasil penelitian di Cina tahun 1991. Tubuh dan kulit teripang Sthichopus japonicas (banyak dijumpai di daerah sub tropis) banyak mengandung asam mukopolisakarida yang bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit ginjal, anemia, diabetes, paru-paru basah, anti tumor, anti inflamasi, pencegahan penuaan jaringan tubuh dan mencegah anteroklerosis. Sedangkan ekstrak murninya cenderung menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimisin dosis 6,25-25 µg/ml.
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai Universitas di seluruh dunia, ditemukan bahwa teripang emas sangat berkhasiat sebagai obat serba guna dan sebagai antiseptik tradisional.
Dari penelitian tersebut terbukti bahwa teripang/gamat memiliki kandungan “Cell Growth Factor” (faktor regenerasi sel) sehingga mampu merangsang regenerasi/pemulihan sel dan jaringan tubuh manusia yang telah rusak/sakit bahkan membusuk, sehingga menjadi sehat/pulih kembali.