Pages - Menu

Minggu, 27 Desember 2015

PENCEMARAN LIMBAH DI PERAIRAN



Produksi dan penggunaan plastik yang cukup besar ternyata telah menimbulkan masalah besar dalam penanganan limbah padat. Meskipun plastik mengalami peruraian sebagai hasil pelapukan secara fisik dan kimia, tetapi proses peruraiannya sangat lambat, terutama plastik yang dibuang  di lingkungan perairan hampir tidak mengalami perubahan bentuk meskipun sudah bertahun-tahun ataupun bahkan puluhan tahun.
Sifat alami hancuran plastik sangat mungkin bervariasi antara tempat satu dengan tempat yang lain. Salah satu problem utama pada beberapa tempat di laut adalah berkaitan dengan dibuangnya jaring dan alat tangkap lainnya. Bagian atau potongan jaring yang dibuang di laut akan terhanyut di perairan permukaan dan terus-menerus akan melilit ikan sampai bertahun-tahun sampai pada akhirnya akan tenggelam karena menjadi berat dengan banyaknya kerangka ikan yang terlilit potongan jaring. Sementara di daerah produksi minyak lepas pantai pencemaran sangat umum disebabkan oleh hancuran plastik terutama yang berasal dari platform minyak, dari operasi pengeboran minyak, dan dari kapal yang melakukan studi seismic. Di sini dapat disimpuklan, bahwa hancuran plastik di laut jika ditelusuri ternyata berasal dari kapal-kapal, tetapi pada beberapa daerah terutama di dekat pantai hancuran plastik ternyata bersumber dari daratan.

Dampak Limbah Plastik Di Perairan

1.      Dampak Estetika (keindahan)
Sesungguhnya dampak yang paling terlihat pengaruhnya berkaitan dengan sampah plastic di laut adalah masalah estetika atau keindahan. Keberadaan sampah plastic di tempat rekreasi pantai telah membuat masyarakat sensitive terhadap masalah pencemaran di perairan.


2.      Dampak Ingestion (tertelan)

Organisme laut kadang-kadang memakan hancuran plastik baik karena sengaja memakan hancuran plastic atau ketidak telitian ikan selama proses feeding. Keberadaan organisme yang mati atau mengalami stress karena menelan plastik sangat sedikit diketahui, sebab hal ini harus diikuti dengan pembedahan untuk membuktikan masalah yang terjadi. Kasus yang sangat bagus terdokumentasikan adalah penyu, yang diperkirakan menganggap plastic sebagai ubur-ubur, mangsa yang sudah umum. Paling sedikit lima spesies penyu memakan plastic.
Selain penyu, ada juga sembilan spesies hiu yang memakan plastic. Seperti halnya pada penyu, ternyata plastik yang dimakan berupa tas plastic dan lembaran. Hampir semua informasi tentang hiu yang memakan plastik didapatkan dari keberadaan hiu yang telah mati.

3.      Dampak Entanglement (melilit) dan Ghost Fishing

Lilitan plastic terjadi pada saat organisme laut secara tidak sengaja ataupun sengaja bersentuhan dengan obyek plastik dan kemudian terjerat oleh obyek plastic tersebut. Kejadian ini dampak biologisnya paling mudah didokumentasikan, sehingga paling banyak dipublikasikan. Pengaruh yang paling serius disebabkan oleh pembuangan secara sengaja jaring yang sudah rusak atau hilangnya bagian jaring.
Jaring plastic yang terbuat dari nylon, polypropylene, atau polyethylene sangat sulit untuk dikenali di dalam air sekalipun pada siang hari, dan untuk gill nets mungkin terhanyut selama bertahun-tahun sebelum ditemukan mengapung di pantai atau tenggelam. Peristiwa terlilitnya ikan kebanyakan disebabkan karena ‘kecelakaan’, tetapi dalam beberapa kasus ternyata organisme air secara tidak sengaja tertarik dengan sampah jaring., Sebagai contoh, seekor penyu dapat terlilit dengan potongan-potongan jaring yang mengapung karena secara alami mereka tertarik terhadap sargassum dan massa mengapung lainnya sebagai shelter dan menawarkan sumberdaya makanan. Bagian-bagian dari traps untuk lobster, kepiting dan ikan-ikan demersal yang terlepas atau memang sengaja dibuang ke dalam laut juga merupakan bentuk lain dari sampah plastic yang dapat dikaitkan dengan kasus terjeratnya yang dapat dikatakan sebagai ghost fishing.
 Solusi Terhadap Masalah Dampak Limbah Plastik Di Perairan

Plastik merupakan istilah generic yang mencakup ratusan jenis-jenis produk yang berbeda. Setiap jenis plastic, misalnya polypropylene, polyethylene, dan polyvinyl chloride, mempunyai karakteristik-karakteristik yang menyebabkan masing-masing jenis cocok untuk penggunaan tertentu. Salah satu cara yang realistis untuk mengurangi jumlah sampah plastic adalah dengan mendaur ulang barang-barang dari plastic.
Konsep daur ulang plastik bukanlah hal yang baru. Beberapa bentuk plastik telah didaur ulang lebih dari dua decade. Riset terus dikembangkan dengan berfokus pada ‘biodegradable plastics’. Biodegradable plastics didefinisikan oleh ASTM sebagai plastik dimana proses biodegradasi dilakukan oleh mikroorganisme yang ada di alam seperti bakteri, fungi, dan alga.
Selain melakukan daur ulang plastik, pendidikan untuk para pelaut dan masyarakat umum dipandang sangat perlu dalam usaha resolusi yang berkaitan dengan masalah limbah plastik. Di Amerika, sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi swasta, termasuk secara khusus the Center for Marine Conservation, the National Oceanic and Atmospheric Administration, dan the International Maritime Organization, secara aktif terlibat dalam upaya menyadarkan masyarakat luas tentang bahaya pencemaran limbah plastik di perairan, dan menanamkan nilai-nilai edukatif tentang pentingnya menjaga wilayah perairan. Pelatihan dan pendidikan akan dapat berbuat banyak untuk menciptakan kesadaran dan mendorong motivasi yang dibutuhkan untuk lebih jauh lagi mengurangi tingkat pencemaran dari plastik di kawasan perairan.





Sabtu, 26 Desember 2015

TEKNIK BUDIDAYA RUMPUT LAUT


 


Dalam memproduksikan rumput laut petani sering mengalami kegagalan-kegagalan. Untuk menanggulangi permasalahan dan kegagalan yang dihadapi petani, perlu diperhatikan beberapa factor diantaranya: lokasi budidaya, teknik budidaya, manajemen, bibit, musim dan letak. Karena faktor-faktor ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi rumput laut yang dibudidayakan.
Dalam perkembangan teknik budidaya rumput laut Cottonii dimasing-masing daerah-daerah masyarakat disesuaikan dengan kebiasaan dan kondisi lokasi tersebut. Secara umum teknik budidaya rumput laut Cottonii terdiri dari tiga sistim yaitu sistim dasar. Sistim lepas dasar dan sistim apung. Dan dalam perkembangannya ketiga sistim ini berkembang menjadi beberapa metode.

1.  Sistem Dasar
Sistem ini terdiri dari dua metode yaitu metode tebar dan metode berkemun. Metode tebar adalah metode yang sangat tradisional. Metode ini dilakukan dengan cara bibit dipotong sesuai ukuran (100 g) lalu ditebar ke dasar perairan yang telah ditentukan. Metode ini umumnya dilakukan di daerah yang perbedaan pasang surutnya kecil. Kelemahan dari sistim ini adalah banyak bibit yang hilang terbawa arus, pengontrolannya susah dan banyak hama. Metode berkebun yaitu metode yang sama dengan metode tebar dimana bibit ditebarkan pada dasar perairan, hanya saja pada metode ini bibit diikat pada batu dan disusun secara teratur didasar perairan.

2.  Sistem Lepas Dasar
Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya. Dimana pada daerah yang telah ditetapkan (Lokasi Budidaya) dipasang patok-patok secara teratur berjarak. Pada sisi yang berlawanan juga diberi patok dengan tali yang telah berisi rumput laut tersebut. Pada jarak 3 meter diberi pelampung kecil yang berfungsi untuk menggerakan tali tersebut setiap saat agar tanaman bebas dari Lumpur (adanya sadimentasi).

3.  Sistem Apung
a.  Metode Rakit
Metode ini sering disebut metode rakit kotak dibentuk dari empat buah bambu  yang dirakit sehingga berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2,5 – 4 x 5 – 7 m. pada rakit tersebut dipasang tali pengikat rumput laut secara membujur dengan jarak 30 cm kemudian rumput laut (bibit) diikat pada tali tersebut. Berat bibit yang digunakan berkisar antara 50 – 100 gram. Setelah rumput laut diikat maka rakit tersebut ditarik dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan dua buah jangkar pada kedua ujung rakit tersebut dengan kedalaman perairan berkisar antara 0,5 – 10 m.

b.  Metode Long Line
Sesuai dengan namanya, metode ini dibuat dari tali panjang yang dibentangkan. Umumnya tali yang digunakan adalah tali PE 0,5 – 0,6 cm dengan panjang tali berkisar antara 50 – 100 m. setiap 25 meter diberi pelampung utama (besar) pelampung ini dapat terbuat dari drum plastic, styrofoam. Setiap 5 meter diberi pelampung pembantu yang berfungsi untuk menggerakan tanaman setiap saat. Pelampung ini dapat terbuat dari potongan Styrofoam atau dari botol aqua. Untuk metode ini penanaman dapat dilakukan secara horizontal maupun secara vertical. Cara penanaman secara horizontal maupun secara vertical. Cara penanaman secara horizontal yaitu pada tali panjang tersebut diikat rumput laut dengan jarak minimal 40 cm, dan antara jarak tersebut cepat digantung tali PE 0,3 – 0,4 cm yang telah diikat bibit rumput laut dan digantungkan secara vertical. Jumlah bibit yang diikat dan digantungkan tersebut sebanyak 3 tingkat (hingga kedalaman 60 cm). Agar tanaman yang digantung tersebut tetap pada pesisirnya maka pada bagian bawahnya diberi pemberat. Penanaman secara vertical ini akan lebih baik dilakukan pada perairan yang lebih jernih (lebih cocok di Indonesia bagian tengah dan timur).

c.  Metode Jalur (kombinasi)
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar, pada kedua ujung setiap bambo dihubungkan dengan tali PE 0,6 cm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 x 7 m. perpetak. Satu unit metode ini terdiri dari 7 – 10 petak dan pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar. Kegiatan penanaman diawali dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE 0,1 cm. setelah bibit diikat pada tali jalur maka tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam yang digunakan minimal 25 cm x 30 cm.
Kegiatan pengontrolan dilakukan setelah tanaman ditempatkan dilokasi yang telah ditentukan. Kegiatan ini meliputi penyulaman bibit yang lepas, perbaikan tali yang kendor dan membersihkan sampah yang menempel.

Sumber Bacaan:
Aji, N. 1991. Budidaya rumput laut. Departemen Pertanian. Direktorak Jenderal Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung.

Minggu, 27 Desember 2015

PENCEMARAN LIMBAH DI PERAIRAN



Produksi dan penggunaan plastik yang cukup besar ternyata telah menimbulkan masalah besar dalam penanganan limbah padat. Meskipun plastik mengalami peruraian sebagai hasil pelapukan secara fisik dan kimia, tetapi proses peruraiannya sangat lambat, terutama plastik yang dibuang  di lingkungan perairan hampir tidak mengalami perubahan bentuk meskipun sudah bertahun-tahun ataupun bahkan puluhan tahun.
Sifat alami hancuran plastik sangat mungkin bervariasi antara tempat satu dengan tempat yang lain. Salah satu problem utama pada beberapa tempat di laut adalah berkaitan dengan dibuangnya jaring dan alat tangkap lainnya. Bagian atau potongan jaring yang dibuang di laut akan terhanyut di perairan permukaan dan terus-menerus akan melilit ikan sampai bertahun-tahun sampai pada akhirnya akan tenggelam karena menjadi berat dengan banyaknya kerangka ikan yang terlilit potongan jaring. Sementara di daerah produksi minyak lepas pantai pencemaran sangat umum disebabkan oleh hancuran plastik terutama yang berasal dari platform minyak, dari operasi pengeboran minyak, dan dari kapal yang melakukan studi seismic. Di sini dapat disimpuklan, bahwa hancuran plastik di laut jika ditelusuri ternyata berasal dari kapal-kapal, tetapi pada beberapa daerah terutama di dekat pantai hancuran plastik ternyata bersumber dari daratan.

Dampak Limbah Plastik Di Perairan

1.      Dampak Estetika (keindahan)
Sesungguhnya dampak yang paling terlihat pengaruhnya berkaitan dengan sampah plastic di laut adalah masalah estetika atau keindahan. Keberadaan sampah plastic di tempat rekreasi pantai telah membuat masyarakat sensitive terhadap masalah pencemaran di perairan.


2.      Dampak Ingestion (tertelan)

Organisme laut kadang-kadang memakan hancuran plastik baik karena sengaja memakan hancuran plastic atau ketidak telitian ikan selama proses feeding. Keberadaan organisme yang mati atau mengalami stress karena menelan plastik sangat sedikit diketahui, sebab hal ini harus diikuti dengan pembedahan untuk membuktikan masalah yang terjadi. Kasus yang sangat bagus terdokumentasikan adalah penyu, yang diperkirakan menganggap plastic sebagai ubur-ubur, mangsa yang sudah umum. Paling sedikit lima spesies penyu memakan plastic.
Selain penyu, ada juga sembilan spesies hiu yang memakan plastic. Seperti halnya pada penyu, ternyata plastik yang dimakan berupa tas plastic dan lembaran. Hampir semua informasi tentang hiu yang memakan plastik didapatkan dari keberadaan hiu yang telah mati.

3.      Dampak Entanglement (melilit) dan Ghost Fishing

Lilitan plastic terjadi pada saat organisme laut secara tidak sengaja ataupun sengaja bersentuhan dengan obyek plastik dan kemudian terjerat oleh obyek plastic tersebut. Kejadian ini dampak biologisnya paling mudah didokumentasikan, sehingga paling banyak dipublikasikan. Pengaruh yang paling serius disebabkan oleh pembuangan secara sengaja jaring yang sudah rusak atau hilangnya bagian jaring.
Jaring plastic yang terbuat dari nylon, polypropylene, atau polyethylene sangat sulit untuk dikenali di dalam air sekalipun pada siang hari, dan untuk gill nets mungkin terhanyut selama bertahun-tahun sebelum ditemukan mengapung di pantai atau tenggelam. Peristiwa terlilitnya ikan kebanyakan disebabkan karena ‘kecelakaan’, tetapi dalam beberapa kasus ternyata organisme air secara tidak sengaja tertarik dengan sampah jaring., Sebagai contoh, seekor penyu dapat terlilit dengan potongan-potongan jaring yang mengapung karena secara alami mereka tertarik terhadap sargassum dan massa mengapung lainnya sebagai shelter dan menawarkan sumberdaya makanan. Bagian-bagian dari traps untuk lobster, kepiting dan ikan-ikan demersal yang terlepas atau memang sengaja dibuang ke dalam laut juga merupakan bentuk lain dari sampah plastic yang dapat dikaitkan dengan kasus terjeratnya yang dapat dikatakan sebagai ghost fishing.
 Solusi Terhadap Masalah Dampak Limbah Plastik Di Perairan

Plastik merupakan istilah generic yang mencakup ratusan jenis-jenis produk yang berbeda. Setiap jenis plastic, misalnya polypropylene, polyethylene, dan polyvinyl chloride, mempunyai karakteristik-karakteristik yang menyebabkan masing-masing jenis cocok untuk penggunaan tertentu. Salah satu cara yang realistis untuk mengurangi jumlah sampah plastic adalah dengan mendaur ulang barang-barang dari plastic.
Konsep daur ulang plastik bukanlah hal yang baru. Beberapa bentuk plastik telah didaur ulang lebih dari dua decade. Riset terus dikembangkan dengan berfokus pada ‘biodegradable plastics’. Biodegradable plastics didefinisikan oleh ASTM sebagai plastik dimana proses biodegradasi dilakukan oleh mikroorganisme yang ada di alam seperti bakteri, fungi, dan alga.
Selain melakukan daur ulang plastik, pendidikan untuk para pelaut dan masyarakat umum dipandang sangat perlu dalam usaha resolusi yang berkaitan dengan masalah limbah plastik. Di Amerika, sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi swasta, termasuk secara khusus the Center for Marine Conservation, the National Oceanic and Atmospheric Administration, dan the International Maritime Organization, secara aktif terlibat dalam upaya menyadarkan masyarakat luas tentang bahaya pencemaran limbah plastik di perairan, dan menanamkan nilai-nilai edukatif tentang pentingnya menjaga wilayah perairan. Pelatihan dan pendidikan akan dapat berbuat banyak untuk menciptakan kesadaran dan mendorong motivasi yang dibutuhkan untuk lebih jauh lagi mengurangi tingkat pencemaran dari plastik di kawasan perairan.





Sabtu, 26 Desember 2015

TEKNIK BUDIDAYA RUMPUT LAUT


 


Dalam memproduksikan rumput laut petani sering mengalami kegagalan-kegagalan. Untuk menanggulangi permasalahan dan kegagalan yang dihadapi petani, perlu diperhatikan beberapa factor diantaranya: lokasi budidaya, teknik budidaya, manajemen, bibit, musim dan letak. Karena faktor-faktor ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi rumput laut yang dibudidayakan.
Dalam perkembangan teknik budidaya rumput laut Cottonii dimasing-masing daerah-daerah masyarakat disesuaikan dengan kebiasaan dan kondisi lokasi tersebut. Secara umum teknik budidaya rumput laut Cottonii terdiri dari tiga sistim yaitu sistim dasar. Sistim lepas dasar dan sistim apung. Dan dalam perkembangannya ketiga sistim ini berkembang menjadi beberapa metode.

1.  Sistem Dasar
Sistem ini terdiri dari dua metode yaitu metode tebar dan metode berkemun. Metode tebar adalah metode yang sangat tradisional. Metode ini dilakukan dengan cara bibit dipotong sesuai ukuran (100 g) lalu ditebar ke dasar perairan yang telah ditentukan. Metode ini umumnya dilakukan di daerah yang perbedaan pasang surutnya kecil. Kelemahan dari sistim ini adalah banyak bibit yang hilang terbawa arus, pengontrolannya susah dan banyak hama. Metode berkebun yaitu metode yang sama dengan metode tebar dimana bibit ditebarkan pada dasar perairan, hanya saja pada metode ini bibit diikat pada batu dan disusun secara teratur didasar perairan.

2.  Sistem Lepas Dasar
Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya. Dimana pada daerah yang telah ditetapkan (Lokasi Budidaya) dipasang patok-patok secara teratur berjarak. Pada sisi yang berlawanan juga diberi patok dengan tali yang telah berisi rumput laut tersebut. Pada jarak 3 meter diberi pelampung kecil yang berfungsi untuk menggerakan tali tersebut setiap saat agar tanaman bebas dari Lumpur (adanya sadimentasi).

3.  Sistem Apung
a.  Metode Rakit
Metode ini sering disebut metode rakit kotak dibentuk dari empat buah bambu  yang dirakit sehingga berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2,5 – 4 x 5 – 7 m. pada rakit tersebut dipasang tali pengikat rumput laut secara membujur dengan jarak 30 cm kemudian rumput laut (bibit) diikat pada tali tersebut. Berat bibit yang digunakan berkisar antara 50 – 100 gram. Setelah rumput laut diikat maka rakit tersebut ditarik dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan dua buah jangkar pada kedua ujung rakit tersebut dengan kedalaman perairan berkisar antara 0,5 – 10 m.

b.  Metode Long Line
Sesuai dengan namanya, metode ini dibuat dari tali panjang yang dibentangkan. Umumnya tali yang digunakan adalah tali PE 0,5 – 0,6 cm dengan panjang tali berkisar antara 50 – 100 m. setiap 25 meter diberi pelampung utama (besar) pelampung ini dapat terbuat dari drum plastic, styrofoam. Setiap 5 meter diberi pelampung pembantu yang berfungsi untuk menggerakan tanaman setiap saat. Pelampung ini dapat terbuat dari potongan Styrofoam atau dari botol aqua. Untuk metode ini penanaman dapat dilakukan secara horizontal maupun secara vertical. Cara penanaman secara horizontal maupun secara vertical. Cara penanaman secara horizontal yaitu pada tali panjang tersebut diikat rumput laut dengan jarak minimal 40 cm, dan antara jarak tersebut cepat digantung tali PE 0,3 – 0,4 cm yang telah diikat bibit rumput laut dan digantungkan secara vertical. Jumlah bibit yang diikat dan digantungkan tersebut sebanyak 3 tingkat (hingga kedalaman 60 cm). Agar tanaman yang digantung tersebut tetap pada pesisirnya maka pada bagian bawahnya diberi pemberat. Penanaman secara vertical ini akan lebih baik dilakukan pada perairan yang lebih jernih (lebih cocok di Indonesia bagian tengah dan timur).

c.  Metode Jalur (kombinasi)
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar, pada kedua ujung setiap bambo dihubungkan dengan tali PE 0,6 cm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 x 7 m. perpetak. Satu unit metode ini terdiri dari 7 – 10 petak dan pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar. Kegiatan penanaman diawali dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE 0,1 cm. setelah bibit diikat pada tali jalur maka tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam yang digunakan minimal 25 cm x 30 cm.
Kegiatan pengontrolan dilakukan setelah tanaman ditempatkan dilokasi yang telah ditentukan. Kegiatan ini meliputi penyulaman bibit yang lepas, perbaikan tali yang kendor dan membersihkan sampah yang menempel.

Sumber Bacaan:
Aji, N. 1991. Budidaya rumput laut. Departemen Pertanian. Direktorak Jenderal Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung.