Pages - Menu

Selasa, 13 Juni 2017

JAGA LAUT DARI DESTRUKTIF FISHING


Pada prinsipnya laut dipandang sebagai wilayah yang open access. Prinsip ini berdiri di atas asas bahwa laut merupakan “common property right” (kepemilikan bersama). Konsep ini menyebabkan orang secara logis dapat melakukan penangkapan kapan saja, di mana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat tangkap apa saja. Permintaan pasar yang tinggi terhadap produk perikanan tertentu, menjadi salah satu alasan utama para nelayan berlomba-lomba melakukan eksploitasi sumberdaya ikan. Selain itu, bertambahnya jumlah nelayan yang mengakses wilayah penangkapan yang sama, menciptakan suasana kompetisi yang tinggi di antara mereka, sehingga masing-masing berusaha mendapatkan sumberdaya sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Nelayan akhirnya terdorong untuk menciptakan dan menggunakan alat tangkap dan cara-cara penangkapan yang mampu mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, tanpa lagi memperhatikan apakah cara tersebut dapat merusak lingkungan atau tidak.

Destruktif fishing merupakan kegiatan penangkapan namun dengan etika penangkapan yang salah yang tidak bertanggung jawab karena metode penangkapan ini dilakukan dengan cara merusak atau menghancurkan lingkungan lokasi penangkapan yang pada akhirnya akan merusak tatanan ekosistem laut yang telah ALLAH ciptakan. Penangkapan ini hanya menguntungkan kesebelah pihak, yaitu bagi para nelayan.
Secara umum, maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor ; (1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini (2) Terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut (3) Lemahnya kemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi (4) Masih lemahnya penegakan hukum (5) Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum.
Setelah dikatakan berhasil dengan program ilegal fishing, sekarang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudji Astuti mulai memfokuskan diri untuk penanganan dan pecegahah Destruktif fishing. Melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP berupaya terus untuk menjaga laut dari ancaman destructive fishing.
Kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut. Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2.
Dalam hal pengawasan kegiatan destructive fishing, Direktorat Jenderal PSDKP melalui para Pengawas Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia telah berhasil menggagalkan kegiatan pengggunaan bom ikan.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.

Penanganan Destructive Fishing
Secara umum penanganan destructive fishing meliputi :
·         Meningkatkan ke­sadaran masyarakat melalui sosialisasi, penyuluhan atau penerangan terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh penangkapan ikan secara ilegal.
·         Mencari akar penyebab kenapa destructive fishing itu dila­kukan. Apakah motif ekonomi atau ada motif lainnya. Setelah diketahui perma­salahan, upaya selanjutnya melakukan upaya preventif.
·         Meningkatkan penegakan dan penaatan hukum.
·         Meli­batkan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing. Mulai dari keterbatasan personil pengawasan, kapal pengawas, dan jangkauan wilayah yang sangat luas. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya, kemudian melaporkan adanya dugaan kegiatan destructive fishing kepada Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selasa, 13 Juni 2017

JAGA LAUT DARI DESTRUKTIF FISHING


Pada prinsipnya laut dipandang sebagai wilayah yang open access. Prinsip ini berdiri di atas asas bahwa laut merupakan “common property right” (kepemilikan bersama). Konsep ini menyebabkan orang secara logis dapat melakukan penangkapan kapan saja, di mana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat tangkap apa saja. Permintaan pasar yang tinggi terhadap produk perikanan tertentu, menjadi salah satu alasan utama para nelayan berlomba-lomba melakukan eksploitasi sumberdaya ikan. Selain itu, bertambahnya jumlah nelayan yang mengakses wilayah penangkapan yang sama, menciptakan suasana kompetisi yang tinggi di antara mereka, sehingga masing-masing berusaha mendapatkan sumberdaya sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Nelayan akhirnya terdorong untuk menciptakan dan menggunakan alat tangkap dan cara-cara penangkapan yang mampu mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, tanpa lagi memperhatikan apakah cara tersebut dapat merusak lingkungan atau tidak.

Destruktif fishing merupakan kegiatan penangkapan namun dengan etika penangkapan yang salah yang tidak bertanggung jawab karena metode penangkapan ini dilakukan dengan cara merusak atau menghancurkan lingkungan lokasi penangkapan yang pada akhirnya akan merusak tatanan ekosistem laut yang telah ALLAH ciptakan. Penangkapan ini hanya menguntungkan kesebelah pihak, yaitu bagi para nelayan.
Secara umum, maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor ; (1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini (2) Terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut (3) Lemahnya kemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi (4) Masih lemahnya penegakan hukum (5) Lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum.
Setelah dikatakan berhasil dengan program ilegal fishing, sekarang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudji Astuti mulai memfokuskan diri untuk penanganan dan pecegahah Destruktif fishing. Melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP berupaya terus untuk menjaga laut dari ancaman destructive fishing.
Kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut. Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2.
Dalam hal pengawasan kegiatan destructive fishing, Direktorat Jenderal PSDKP melalui para Pengawas Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia telah berhasil menggagalkan kegiatan pengggunaan bom ikan.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.

Penanganan Destructive Fishing
Secara umum penanganan destructive fishing meliputi :
·         Meningkatkan ke­sadaran masyarakat melalui sosialisasi, penyuluhan atau penerangan terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh penangkapan ikan secara ilegal.
·         Mencari akar penyebab kenapa destructive fishing itu dila­kukan. Apakah motif ekonomi atau ada motif lainnya. Setelah diketahui perma­salahan, upaya selanjutnya melakukan upaya preventif.
·         Meningkatkan penegakan dan penaatan hukum.
·         Meli­batkan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing. Mulai dari keterbatasan personil pengawasan, kapal pengawas, dan jangkauan wilayah yang sangat luas. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya, kemudian melaporkan adanya dugaan kegiatan destructive fishing kepada Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar